BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di dalam susu dan produk susu lainnya terkandung
komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan
normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana dengan bantuan enzim
laktase. Berbeda dengan sebagian besar mamalia yang tidak lagi memproduksi
laktase sejak masa penyapihan, pada manusia, laktase terus diproduksi sepanjang
hidupnya. Tanpa laktase yang cukup manusia tidak dapat/mampu mencerna laktosa
sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang
dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase. Bisa dikatakan
hampir setiap orang pernah mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak dari masa
bayi hingga dewasa dan usia lanjut, orang terbiasa mengkonsumsi susu atau
produk susu. Saat usia bayi sampai usia balita adalah saat dimana konsumsi susu
biasanya sangat diperlukan karena nilai gizi yang dikandung susu.
Namun pemberian susu formula kepada bayi hanya
dilakukan bila susu formula memang benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi
keadaan dimana bayi tidak bisa mendapatkan ASI karena berbagai sebab dan
pertimbangan. Air Susu Ibu (ASI) tetap merupakan makanan terbaik untuk bayi
karena selain memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung
komponen yang sangat spesifik, dan telah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan dan
perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat kekebalan tubuh) yang merupakan
perlindungan alami bagi bayi baru lahir. Menurut WHO, 98% wanita mempunyai
kemampuan fisiologis untuk menyusui, jadi hanya 2% saja yang tidak dapat
menyusui dengan alasan kemampuan fisiologis.
Suatu
masalah yang mungkin penting bagi kesehatan masyarakat ialah intoleransi
laktosa atau defisiensi laktose. Kelainan ini terdapat sangat luas di negeri
yang sedang berkembang seperti di beberapa negara di Afrika, Asia dan Amerika. Angka kejadian
intoleransi laktosa di Swedia diperkirakan berkisar antara 0,5 – 1,5%. Di
Amerika Utara perkiraan jauh lebih rendah dari 0,5%.
Di
Afrika angka kejadian intoleransi laktosa diperkirakan 81%, Muangthai 84% dan
India 83%. Sedangkan di Indonesia angka kejadiannya juga tinggi, yaitu 86,4%
pada anak yang mengalami malnutrisi energi protein, 72,2% bayi baru lahir,
51,3% anak umur 1 bulan – 2 tahun.
B. Manfaat Laktosa
Laktosa merupakan sumber energi yang memasok
hampir setengah keseluruhan kalori dalam susu (35-45%). Disamping itu laktosa
juga penting untuk absorpsi kalsium. Namun studi klinis menunjukkan
mineralisasi bayi yang mendapat formula susu sapi maupun formula kedelai tidak
ada perbedaan.
Galaktosa yang merupakan hidrolisa laktosa
adalah senyawa yang penting untuk pembentukan serebrosida. Serebrosida ini
penting untuk perkembangan dan fungsi otak. Galaktosa juga dapat dibentuk tubuh
dari bahan lain.
Karena itu keberadaan laktosa sebagai
karbohidrat utama di susu mamalia, termasuk ASI merupakan hal yang unik. Proses
evolusi terpilihnya laktosa menjadi satu-satunya sumber karbohidrat utama yang
terdapat pada susu merupakan cerminan dari adanya fungsi laktosa yang penting
pada bayi mamalia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Intoleransi
Laktosa
Intoleransi laktosa adalah kondisi dimana laktase, sebuah enzim yang diperlukan untuk mencerna laktosa, tidak diproduksi dalam masa dewasa. Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari feses sehingga penderita akan mengalami diare. Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik terhadap makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut alergi makanan jika mekanismenya melibatkan reaksi imunologi, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan IgE. Adapun intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas non alergi terhadap makanan.
Intoleransi laktosa adalah kondisi dimana laktase, sebuah enzim yang diperlukan untuk mencerna laktosa, tidak diproduksi dalam masa dewasa. Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari feses sehingga penderita akan mengalami diare. Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik terhadap makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut alergi makanan jika mekanismenya melibatkan reaksi imunologi, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan IgE. Adapun intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas non alergi terhadap makanan.
§ Intoleransi
Laktosa Primer : populasi di mana intoleransi laktosa primer adalah norma telah
menunjukkan tingkat kesehatan yang sama dengan barat (di luar masalah
malnutrisi), atau kesehatan yang lebih baik.
§ Intoleransi
laktosa sekunder : Produk-produk susu merupakan sumber yang relatif baik
dan mudah diakses kalsium dan kalium dan banyak mandat negara yang susu
diperkaya dengan vitamin A dan D. Akibatnya, dalam masyarakat mengkonsumsi
susu, susu sering menjadi sumber utama nutrisi dan, untuk lacto-vegetarian,
merupakan sumber utama vitamin B 12.
Individu yang mengurangi atau menghilangkan konsumsi
susu harus mendapatkan nutrisi di tempat lain. Namun demikian, populasi Asia
untuk siapa susu bukan merupakan bagian dari budaya makanan mereka tidak hadir
kesehatan menurun dan kadang-kadang hadir di atas rata-rata kesehatan, seperti
di Jepang. Berdasarkan pengganti susu tanaman tidak alami kaya kalsium, kalium,
atau vitamin A atau D (dan, seperti produk-produk non-binatang yang paling,
tidak mengandung vitamin B 12). Namun, merek terkemuka sering sukarela
diperkaya dengan banyak nutrisi.
Peningkatan jumlah makanan yang diperkaya kalsium sarapan - seperti jus jeruk, roti, dan sereal kering - telah muncul di rak-rak supermarket. Banyak buah-buahan dan sayuran kaya akan kalium dan vitamin A; produk hewani seperti daging dan telur kaya akan vitamin B 12, dan tubuh manusia itu sendiri menghasilkan beberapa vitamin D dari paparan sinar matahari langsung. Akhirnya, seorang ahli diet atau dokter mungkin merekomendasikan suplemen vitamin atau mineral untuk menebus setiap kekurangan gizi yang tersisa. Produk susu Laktosa-reduced memiliki kandungan gizi yang sama seperti rekan-rekan mereka penuh laktosa, tapi rasa dan penampilan mereka mungkin berbeda sedikit.
Kebanyakan bayi dengan Gastroenteritis karena rotavirus tidak mengembangkan intoleransi laktosa, sehingga bayi ini tidak mendapat manfaat dari yang diletakkan pada diet bebas laktosa kecuali gejala-gejala intoleransi laktosa yang berat dan persisten.
Peningkatan jumlah makanan yang diperkaya kalsium sarapan - seperti jus jeruk, roti, dan sereal kering - telah muncul di rak-rak supermarket. Banyak buah-buahan dan sayuran kaya akan kalium dan vitamin A; produk hewani seperti daging dan telur kaya akan vitamin B 12, dan tubuh manusia itu sendiri menghasilkan beberapa vitamin D dari paparan sinar matahari langsung. Akhirnya, seorang ahli diet atau dokter mungkin merekomendasikan suplemen vitamin atau mineral untuk menebus setiap kekurangan gizi yang tersisa. Produk susu Laktosa-reduced memiliki kandungan gizi yang sama seperti rekan-rekan mereka penuh laktosa, tapi rasa dan penampilan mereka mungkin berbeda sedikit.
Kebanyakan bayi dengan Gastroenteritis karena rotavirus tidak mengembangkan intoleransi laktosa, sehingga bayi ini tidak mendapat manfaat dari yang diletakkan pada diet bebas laktosa kecuali gejala-gejala intoleransi laktosa yang berat dan persisten.
B. Klasifikasi
Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa
terjadi karena adanya defisiensi enzim laktose dalam usus halus. Sampai sekarang dikenal
3 bentuk dari defisiensi laktose, yaitu
a. Defisiensi laktose yang
diwariskan
Defisiensi laktose yang
diwariskan terjadi pada individu dengan genotif homozygot resesif. Kejadian
jarang yaitu 1 perseratus ribu penduduk, sehingga sering sekali tidak dibicarakan,
sedangkan defisiensi laktosa primer dan sekunder lebih sering terjadi.
b. Defisiensi
laktose primer
Defisiensi laktose
primer terjadi sebagai akibat induksi sintesis laktose menurun, sebab laktose
merupakan enzim yang sintesisnya dapat diinduksi. Ketidaksukaan minum susu
mungkin merugikan, sebab tidak ada induksi enzim laktose.
c. Defisiensi laktose
sekunder
Defisiensi laktose
sekunder yang menyertai malabsorbsi dapat terjadi pada kerusakan mukosa usus
halus, misalnya akibat infeksi. Kejadian ini sering kali dijumpai pada anak
diare setelah minum botol. Tentunya laktose tidak defisiensi lagi, bila
kerusakan mukosa usus telah membaik dan infeksi telah teratasi.
C.
Gejala
Orang yang mengalami intoleransi laktosa biasanya mempunyai batas toleransi untuk mengkonsumsi laktosa, yang jika mereka mengkonsumsi dalam batas ini maka mereka akan mengalami gejala yang minimal. Beberapa gejala intoleransi laktosa antara lain sakit perut, perut kembung dan diare. Kadang-kadang gejala intoleransi laktosa sering disalah artikan sebagai gejala dari irritable bowel syndrome (IBS), padahal penderita IBS bukanlah penderita intoleransi laktosa. Penderita IBS cenderung mengalami kesulitan dalam mentoleransi lemak.
Orang yang mengalami intoleransi laktosa biasanya mempunyai batas toleransi untuk mengkonsumsi laktosa, yang jika mereka mengkonsumsi dalam batas ini maka mereka akan mengalami gejala yang minimal. Beberapa gejala intoleransi laktosa antara lain sakit perut, perut kembung dan diare. Kadang-kadang gejala intoleransi laktosa sering disalah artikan sebagai gejala dari irritable bowel syndrome (IBS), padahal penderita IBS bukanlah penderita intoleransi laktosa. Penderita IBS cenderung mengalami kesulitan dalam mentoleransi lemak.
Gejala batas toleransi laktosa yang muncul akibat
dari konsumsi laktosa yang terlalu banyak adalah produksi gas yang berlebihan
(kentut terus) atau serangan diare. Orang yang memiliki kelainan batas
toleransi laktosa dapat meminum sekitar 250 ml susu setiap hari tanpa gejala
yang parah.
Untuk menguji batas toleransi laktosa dapat
dilakukan tes pernafasan hidrogen (hydrogen breath test) atau tes keasaman
kotoran (stool acidity test) agar didapatkan diagnosis klinis. Orang yang
menderita batas toleransi laktosa dapat mengkonsumsi produk-produk
bebas-laktosa, misalnya susu kedelai, susu almond dan susu beras. Batas
toleransi laktosa tidak sama dengan alergi susu, yang merupakan reaksi tubuh
terhadap protein susu.
D.
Penyebab
Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa sebagian besar disebabkan oleh
faktor genetik, dimana penderita mempunyai laktase lebih sedikit dibanding
orang normal. Beberapa faktor lain penyebab intoleransi
laktosa antara lain :
Ø Gastroenteritis,
dapat menyebabkan terjadinya penguraian enzim laktase yang dapat berlangsung
sampai beberapa minggu.
Ø Infeksi
parasit, dapat menyebabkan pengurangan jumlah laktase sementara waktu.
Ø Defisiensi
besi, rendahnya asupan besi dapat mengganggu pencernaan dan penyerapan laktosa,
laktase, mengalami fermentasi oleh bakteri di saluran pencernaan, sehingga akan
menyebabkan produksi gas hidrogen lebih banyak dari keadaan normal.
Ø Elimination
diet merupakan diagnosa dengan cara meniadakan konsumsi makanan yang mengandung
laktosa untuk melihat perbaikan gejala. Jika gejala muncul kembali ketika
makanan yang mengandung laktosa diberikan lagi, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah intoleransi terhadap laktosa.
makanan yang mengandung laktosa diberikan lagi, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah intoleransi terhadap laktosa.
E.
Metode
Diagnosis
Beberapa metode dapat digunakan untuk mendiagnosa intoleransi laktosa, antara lain:
Beberapa metode dapat digunakan untuk mendiagnosa intoleransi laktosa, antara lain:
·
Hydrogen breath test
Merupakan pengujian terhadap jumlah gas hidrogen yang ditiupkan keluar melalui pernafasan. Laktosa, yang seharusnya dicerna oleh laktase, mengalami fermentasi oleh bakteri di saluran pencernaan, sehingga akan menyebabkan produksi gas hidrogen lebih banyak dari keadaan normal.
Merupakan pengujian terhadap jumlah gas hidrogen yang ditiupkan keluar melalui pernafasan. Laktosa, yang seharusnya dicerna oleh laktase, mengalami fermentasi oleh bakteri di saluran pencernaan, sehingga akan menyebabkan produksi gas hidrogen lebih banyak dari keadaan normal.
·
Elimination diet
Merupakan diagnosa dengan cara meniadakan konsumsi makanan yang mengandung laktosa untuk melihat perbaikan gejala. Jika gejala muncul kembali ketika makanan yang mengandung laktosa diberikan lagi, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah intoleransi terhadap laktosa.
Merupakan diagnosa dengan cara meniadakan konsumsi makanan yang mengandung laktosa untuk melihat perbaikan gejala. Jika gejala muncul kembali ketika makanan yang mengandung laktosa diberikan lagi, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah intoleransi terhadap laktosa.
Diagnosis
intoleransi laktosa juga dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium yaitu :
1) Pengukuran pH tinja (pH
< 6)
2) Penentuan kadar gula
dalam tinja dengan tablet “Clinitest”
Normal tidak terdapat gula dalam tinja
(+ = 0,5%, ++ = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%)
Normal tidak terdapat gula dalam tinja
(+ = 0,5%, ++ = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%)
3) Laktosa loading
(tolerance) test
Setelah pasien dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgBB. Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan dan setiap 1/2 jam kemudian sehingga 2 jam lamanya. Positif jika didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg%.
Setelah pasien dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgBB. Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan dan setiap 1/2 jam kemudian sehingga 2 jam lamanya. Positif jika didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg%.
4) Barium meal lactose
Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa. Positif bila larutan barium lactose terlalu cepat keluar (1 jam) dan berarti sedikit yang diabsorbsi.
Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa. Positif bila larutan barium lactose terlalu cepat keluar (1 jam) dan berarti sedikit yang diabsorbsi.
5) Biopsi
Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktose dalam mukosa tersebut.
Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktose dalam mukosa tersebut.
F.
Penanganan
Intoleransi Laktosa
Banyak orang yang mengalami intoleransi laktosa
mengatasinya dengan pembatasan konsumsi laktosa, seperti hanya minum segelas
susu. Bagi mereka yang mengalami intoleransi laktosa, beberapa anjuran berikut
ini mungkin dapat membantu:
1. Baca
label pangan dengan seksama
Bagi penderita intoleransi laktosa agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, penting untuk membaca label pangan dengan seksama pada bagian daftar bahan pangan (i n g r e d i e n t ) . Produk pangan perlu dihindari/dibatasi jumlah yang dikonsumsi, jika mengandung bahan-bahan seperti berikut ini misalnya padatan susu, padatan susu bebas lemak, whey, gula susu.
Bagi penderita intoleransi laktosa agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, penting untuk membaca label pangan dengan seksama pada bagian daftar bahan pangan (i n g r e d i e n t ) . Produk pangan perlu dihindari/dibatasi jumlah yang dikonsumsi, jika mengandung bahan-bahan seperti berikut ini misalnya padatan susu, padatan susu bebas lemak, whey, gula susu.
2. Mengkonsumsi
produk susu fermentasi seperti keju matang (mature atau ripened cheeses),
mentega atau yoghurt, karena umumnya jenis makanan ini ditoleransi lebih baik
dibanding susu.
3. Minum
susu yang mengandung banyak lemak susu, karena lemak dapat memperlambat
transportasi susu dalam saluran perncernaan sehingga dapat menyediakan waktu
yang cukup untuk enzim laktase memecah gula susu.
4. Hindari
mengkonsumi susu rendah atau bebas lemak oleh karena susu lebih cepat
ditransportasi dalam usus besar dan cenderung menimbulkan gejala pada penderita
intoleransi laktosa. Disamping itu, beberapa produk susu rendah lemak juga
mengandung serbuk susu skim yang mengandung laktosa dalam dosis tinggi.
5. Jangan
menghindari semua produk susu oleh karena nilai gizi susu pada dasarnya sangat
dibutuhkan tubuh.
6. Mengkonsumsi
susu dengan laktosa yang telah diuraikan (susu bebas laktosa).
7. Minum
susu dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Banyak penderita intoleransi laktosa
dapat meminum 240 ml susu per hari, tetapi perlu untuk mengamati/ seberapa
besar tingkatan toleransi tubuh sendiri terhadap laktosa. Banyak penderita
toleran terhadap sejumlah laktosa yang terdapat dalam setengah cangkir susu
full cream, tiga perempat cangkir es krim, tiga perempat cangkir yoghurt, tiga
perempat cangkir keju mentah (unripened cheeses).
8. Konsumsi
produk susu yang diolah dengan proses pemanasan (seperti susu bubuk), karena
pada pemanasan, laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa, sehingga
produk seperti ini akan ditoleransi lebih baik.
9. Konsumsi
produk kedelai karena produk kedelai bebas laktosa dan merupakan sumber kalsium
yang bagus dan baik untuk menggantikan susu dan produk susu lainnya.
G.
Makanan
yang Mengandung Hidden Lactose
Bagi yang memiliki intoleransi laktosa, sebaiknya
juga menghindari makanan-makanan yang mengandung laktosa tersembunyi (hidden
lactose) antara lain biskuit dan kue (yang mengandung susu atau padatan susu),
sereal olahan, saus keju, sop krim, puding, coklat susu, pancakes dan pikelets,
scrambled eggs, roti dan margarin (mengandung susu).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
§ Laktosa
adalah gula susu yang dipecah oleh enzim laktase, suatu enzim pencernaan yang
terdapat dalam usus halus.
§ Intoleransi
laktosa adalah berkurangnya kemampuan untuk mencerna laktosa, yang disebabkan
oleh kekurangan enzim laktase.
§ Gejala-gejala
intoleransi laktosa meliputi antara lain: perut kembung (banyak gas), sakit
perut dan diare.
§ Untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat intoleransi laktosa,
dapat dilakukan berbagai hal seperti membaca label pangan dengan seksama,
pembatasan jumlah susu yang dikonsumsi dan pemilihan produk-produk susu.
DAFTAR PUSTAKA
Latief, A. & Wiharta, A.S.
(1991). Intoleransi Laktosa dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Balai Penerbit.
Wilson, L. & Price, S.
(1995). Intoleransi Laktosa
dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Sinuhaji, AB. (2006). Intoleransi Laktosa dalam Majalah Kedokteran Nusantara. Hal
424-
429.
Tugas mata kuliah
No comments:
Post a Comment